Selasa, 06 Juli 2010

RANKING 1 DARI ........

Adalah Seorang ibu yang memerah wajahnya dengan gigi gemeletuk setelah berjalan cepat kembali dari sekolah anak keduanya, dengan tangan kiri memegang rapor dan tangan kanan mencekal kuat lengan kecil si anak. Si ibu mendapati nilai rapor si anak tak jauh beda dari semester-semester sebelumnya. Si ibu hampir putus asa dan si anak yang seolah sudah terbiasa berada di posisi paling riskan, dalam hatinya justru lega sekaligus senang karena yang penting, naik kelas. Kelas 4 di sekolah dasar, itu lumayan.
Tak kalah pesimis sang ayah yang katanya terlalu sibuk, menyerahkan urusan si anak pada ibunya. Mata ayah nanar melihat peringkat 35 di rapor, persis sama dengan jumlah anggota kelas, tidak kurang tidak lebih dengan deretan angka 6 sedikit kebawah menjadikan lembaran kertas rapor berwarna biru merah. Ia mencoba menelisik mengira-ngira apa yang jadi pangkal masalah. Ia menatap sianak kedua ternyata pahatan wajahnya pun tak cukup berbakat memiliki daya pikat. Sedikit sadar namun agak malu mengakui anak ini lebih mirip dirinya, dan tak lebih mendekati dua saudaranya yang prestasi dan wajahnya pun membanggakan.
Lalu suara si ibu memecah, "kamu benar-benar anak yang tiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt (lebih baik tak diterjemahkan) membuat malu mama, padahal mama sudah berkali-kali mengajari kamuuuu huh tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt,
kenapa hasilnya masih seperti ini, otaknya dipake' nggaaaaaaaaaaa'??"
Si anak seolah tampak mendengarkan seksama, matanya kerap berkedip namun ekspresi wajah lebih menyiratkan ketakutan dibanding tekad untuk memperbaiki nilai. Ibunya berorasi penuh penjiwaan, bervolume stereo yang gaungnya terasa dekat dikedua telinga.
Si ayah tak kalah sumbang kemarahan, mengeluh berkali-kali, ia pun mulai mengeluarkan kata-kata yang me-label-kan si anak "Dasar kamu anak yang ttiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittt,
kebanyakan maen bukannya belajar, tidak seperti kakak dan adikmu" ayah serius membandingkan. Si anak masih mendengarkan, alat rekamnya berputar.
Seorang tetangga yang kebetulan berada ditempat kejadian mengingatkan, atau lebih tepatnya memberikan kesaksian, katanya si anak kedua yang ttiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit
tt tadi, sangat gemar dan sigap membantu teman. Membuat lawakan dengan tingkah lucu agar temannya tertawa dan senang menjadikannya teman. Ketika seorang gadis kecil temannya itu menangis karena kue yang baru dibelinya jatuh di air genangan dengan sigap ia mengayuh sepedanya menuju tempat membeli kue tersebut, merogoh uang jajan yang cuma segitunya untuk membeli kue yang sama, untuk diberikan kepada gadis kecil yang menangis hingga tersenyum riang.
Pernah suatu ketika si anak melakukan tindakan heroik yang membuat decak kagum teman-temannya. Ia memanjat pohon diketinggian 4 meter, disaat hujan deras, untuk menyelamatkan seekor burung punai yang terlempar dari sarang terkena angin kencang, lalu terjepit tak berdaya diantara cabang pohon. Teman-teman lainnya memperhatikan ditempat yang aman sambil bersorak memberi semangat dan kagum, ia gagah berani.
Seperti mendapat efek kejut si ibu dan ayah yang sebelumnya hampir "mati rasa" karena pesimis akan kemampuan sang anak. Look something on the bright side betapa anak yang ttiiiiiiiiiiiiiiiittt si rangking dari belakang ternyata berhati cemerlang, yang menyadarkan bagaimana seharusnya mereka menerima anak apa adanya dan bahwa kualitas anak bukan semata-mata ditentukan oleh berapa peringkat dan baiknya nilai rapor, tapi kepedulian, "social leader" yang dimiliki si anak sungguh luar biasa!
Sang ayah menatap wajah si anak dengan rasa bangga tak dapat disembunyikan, kali ini dengan penuh pengakuan,....mmmm si anak kedua lebih mirip dirinya........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar